Blog ini menulis tentang Kisah Nabi Muhammad SAW, Kisah Khalifah dan Kisah Islami

Sabtu, 05 Agustus 2017

Isra Mi'raj 1



ISRA MI'RAJ 1



Isra Mi'raj adalah perjalanan nabi muhammad menuju langit pada suatu malam yang di firmankan oleh Alloh SWT di surat quran, QS. Al Israa ayat 17. Isra secara bahasa berasal dari kata "saro" yang bermakna perjalanan di malam hari. Adapun secara istilah, Isra adalah perjalanan rosululloh saw bersama jibril dari Mekkah ke Baitul Maqdis (Palestina), berdasarkan firman Alloh SWT :

"Maha suci Alloh, yang telah menjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqso" (Al Isra' : ayat 1).

Mi'raj secara bahasa adalah suatu alat yang digunakan untuk naik. Adapun secara istilah Mi'raj adalah bermakna tangga khusus yang digunakan oleh Nabi Muhammad SAW untuk naik dari bumi menuju ke atas langit, berdasarkan firman Alloh SWT di surat quran : An Najm, ayat 1-18 :

Peristiwa Isra Mi'raj tidak hanya membawa Nabi Muhammad SAW dari masjidil Haram ke masjidil Aqso dan bertemu dengan roh para nabi terdahulu. Setelah beliau selesai di masjidil Aqso, Alloh SWT mengangkat nabi Muhammad SAW ke langit untuk perintah-Nya, dan juga meyaksikan kebesaran Alloh SWT yang lain. Diturunkanlah tangga langit yang disebut Al Mirqat agar rosululloh dapat menapaki dari langit ke langit. Rosululloh SAW merasakan kegembiraan yang begitu besar dalam hatinya. Beliau bersyukur atas rahmat yang diberikan oleh Alloh SWT yang diberikannya. Begitu sampai di langit yang pertama, rosululloh SAW bertemu dengan nabi Adam AS. Di sisi kiri dan kanan, nabi Adam AS berderet para roh anak cucunya yang demikian banyak. Yang berdiri di sisi kanannya adalah mereka yang akan menjadi ahli surga (Jannah), sementara di sisi kirinya adalah mereka yang yang akan menjadi para ahli neraka (An-nar).

Menaiki langit yang kedua, rosululloh SAW bertemu dengan nabi Isa AS dan nabi Yahya AS. Mereka tersenyum menyambut nabi muhammad saw dan mendoakan segala kebaikan bagi beliau, rosululloh SAW.


Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Kisah Nabi Muhammad SAW

Isra Mi'raj 2



ISRA MI'RAJ 2
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Kisah Nabi Muhammad SAW

Nasab Rosululloh SAW



NASAB ROSULULLOH SAW

Nasab atau garis keturunan adalah sesuatu yang sangat dijaga dan diperhatikan oleh Islam. Demikian kuatnya Islam dalam memperhatikan nasab, ia pun dijadikan salah satu dari lima hal yang wajib dijaga dalam Islam. Karena itu Islam melarang perzinahan, salah satu hikmahnya agar nasab terjaga.

Perhatian Islam terhadap nasab juga dengan menjadikannya salah satu indikator kedudukan seseorang. Apabila seorang laki-laki hendak menikahi seorang wanita, maka salah satu faktor yang dipertimbangkan adalah nasabnya. Walaupun nasab bukan segalanya karena kedudukannya masih kalah dibanding faktor ketakwaan.
 
Demikian juga dengan Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau juga memiliki keutamaan nasab. Beliau merupakan keturunan orang-orang pilihan di setiap generasinya. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ان الله اصطفى من ولد ابراهيم اسماعيل . واصطفى من ولد اسماعيل بنى كنانة . واصطفى من بنى كنانة قريشا . واصطفى من قريش بنى هاشم . واصطفانى من بنى هاشم

“Sesungguhnya Allah SWT memilih Ismail dari anak-anak keturunan Ibrahim. Dan memilih Kinanah dari anak-anak keturunan Ismail. Lalu Allah memilih Quraisy dari anak-anak keturunan Kinanah. Kemudian memilih Hasyim dari anak-anak keturunan Quraisy. Dan memilihku dari anak keturunan Hasyim.” (HR. Muslim dan Ibnu Majah).

Sebagai umat Nabi Muhammad kita pun selayaknya mengenal nasab beliau. Berikut ini nasab lengkap Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.



Nasab Nabi Muhammad

Beliau adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan (Ibnu Hisyam: Sirah an-Nabawiyah, 1:1) kemudian para sejarawan menyebutkan ada empat nama di atasnya hingga sampai ke Nabi Ismail bin Ibrahim.

Tidak ada perselisihan di kalangan ahli sejarah bahwa Adnan adalah anak dari Nabi Ismail ‘alaihissalam. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan Arab Adnaniyah atau al-Arab al-Musta’rabah.

Para ahli sejarah membagi orang-orang Arab menjadi tiga golongan:
Pertama
al-Arab al-Baidah (العرب البائدة) mereka adalah orang-orang Arab kuno yang sudah punah. Seperti kaum ‘Aad, Tsamud, Kan’an, dll.

Kedua
al-Arab al-‘Aribah (العرب العاربة) mereka adalah orang Arab asli dari keturunan Ya’rib bin Yasyjub bin Qahthan. Karena itu, mereka juga disebut Arab Qahthaniyah. Mereka berasal dari Yaman.

Ketiga
al-Arab al-Musta’robah (العرب المستعربة) mereka adalah orang yang ter-arabkan dari keturunan Nabi Ismail bin Ibrahim ‘alaihimassalam. Mereka dikenal dengan Arab Adnaniyah (al-Mubarakfury: ar-Rahiq al-Makhtum, Hal: 16).

Mengapa Arab Adnaniyah disebut al-Arab al-Musta’robah, orang yang ter-arabkan, karena nenek moyang mereka Nabi Ismail bin Ibrahim ‘alaihimassalam bukanlah seorang yang berasal dari Jazirah Arab. Nabi Ibrahim berasal dari Irak (Utsman al-Khomis: Fabihudahum Iqtadir, Hal:113). Kemudian beliau membawa anaknya Ismail ke Jazirah Arab. Nabi Ismail menetap di sana, menikah dengan orang-orang setempat, dan memiliki keturunan. Inilah yang menyebabkan keturunan Nabi Ismail ini disebut dengan al-Arab al-Musta’robah.

Para ulama berpendapat siapapun yang nasabnya sampai kepada Hasyim, maka dia adalah keluarga ahlul bait Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berbeda dengan orang-orang Syiah yang hanya mengkategorikan ahlul bait Nabi hanya dari anak keturunan Ali dan Fatimah saja.



Ayah dan Ibu Nabi Muhammad

Ayah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hisyam bin Abdu Manaf. Kakek Nabi, Abdul Muthalib, awalnya memiliki anak yang sedikit dan kaumnya meremehkannya. Sebagai seorang yang ditokohkan namun memiliki anak yang sedikit, padahal parameter kemuliaan di zaman itu adalah banyaknya anak, terutama anak laki-laki. Karena hal itu, Abdul Muthalib bernadzar seandainya dikaruniai 10 orang anak lagi, maka ia akan mengorbankan (menyembelih) salah satu anaknya untuk dipersembahkan kepada Allah.

Saat ia mengundi nama-nama anaknya yang keluar adalah nama Abdullah, padahal Abdullah adalah anak kesayangannya. Orang-orang Quraisy, paman-paman Abdullah dari Bani Makhzum melarang Abdul Muthalib merealisasikan nadzarnya. Akhirnya disepakati 100 onta dikorbankan sebagai ganti Abdullah. Setelah cukup usia, Abdullah dinikahkan dengan Aminah binti Wahab bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab. Ia adalah perempuan yang paling mulia di kalangan Quraisy, baik dari segi nasab maupun kedudukan sosial.
Beberapa waktu setelah pernikahan keduanya, Abdullah pergi menuju Syam untuk berdagang. 

Ketika hendak kembali ke Mekah, ia jatuh sakit sehingga ia pun tinggal di tempat paman-pamannya di Madinah. Kemudian Abdullah wafat di kota yang kelak menjadi tempat hijrah anaknya ini. Ia dimakamkan di rumah an-Nabighah al-Ja’di. Saat itu usia Abdullah baru 25 tahun dan ia sedang menanti kelahiran anak pertamanya.

Beberapa tahun kemudian, Aminah menyusul kepergian sang suami. Saat itu anak pertama mereka Muhammad bin Abdullah baru menginjak usia 6 tahun (Ibnu Hisyam: Sirah an-Nabawiyah, 1:156).



Paman dan Bibi Nabi

Abdul Muthalib memiliki 12 orang anak, enam laki-laki dan enam perempuan. Anak-anak Abdul Muthalib yang laki-laki adalah Abbas, Abdullah, Hamzah, Abu Thalib, az-Zubair, al-Harits, Hajl, al-Muqawwim, Dhirar, dan Abu Lahab (namanya adalah Abdul Uzza). Dari nama-nama ini, kita ketahui bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki 6 orang paman.

Empat orang paman beliau menjumpai masa-masa Islam. Mereka adalah Abu Thalib, Abu Lahab, namun keduanya tetap dalam kekufuran mereka, tidak memeluk Islam hingga mereka wafat. Dua orang lainnya adalah Hamzah dan Abbas, keduanya memeluk Islam dan wafat sebagai seorang muslim, radhiallahu ‘anhuma.

Adapun anak-anak perempuan Abdul Muthalib ada enam orang. Mereka adalah Shafiyah, Ummu Hakim al-Baidha, ‘Atikah, Umaimah, Arwa, dan Barrah (Ibnu Hisyam: Sirah an-Nabawiyah, 1:108-110).



Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Kisah Nabi Muhammad SAW

Penghianat Yahudi


PENGHIANAT YAHUDI BANI QAINUQA'


Yahudi di Kota Madinah

Di awal-awal berdirinya Daulah Islamiyah di Madinah (abad ke-7 M), terdapat tiga kabilah besar Yahudi yang di tinggal di sana. Kabilah-kabilah tersebut adalah bani Qainuqa', bani Nadhir dan bani Quraizhah. Selain komunitas Yahudi di Madinah, jazirah Arab juga memiliki komunitas Yahudi yang sangat besar, yang juga bertetangga dengan Daulah Islam yang baru saja berdiri ini, tepatnya di Utara Madinah, di Khaibar.

Sebagai kepala negara, Rosululloh SAW membuat beberapa aturan yang mengikat orang-orang Yahudi. Aturan tersebut tertuang dalam bentuk perjanjian. Berulang kali dan terus menerus terjadi, orang-orang yahudi mencoba menyelisihi perjanjian yang telah mereka sepakati. Mereka hendak memutuskan tali ikatan, mengadakan aksi dan membolak balikkan kalimat kesepakatan demi keuntungan mereka. Tidak heran, kita tentu tahu kisah kakek moyang mereka ashabu as-sabt yang mencoba menipu Alloh SWT, namun Alloh SWT lah yang memberdayakan mereka. Kalau Alloh SWT hendak mereka tipu, apalagi Rosululloh SAW dan para sahabatnya, apalagi generasi akhir zaman yang lemah ini.

Di tengah makar yang dibuat Yahudi bani Qainuqa', Rosululloh SAW tetap memerintahkan para sahabatnya menahan diri untuk tidak mengangkat senjata menginvasi mereka. Mengingat posisi umat Islam di Madinah belum kuat dan belum strategis.

Keadaan berbeda setelah kepulangan Rosululloh SAW dan para sahabatnya dari perang badar. Moral para sahabat meningkat, persatuan mereka menjadi kokoh, dan keyakinan akan pertolongan Alloh SWT pun mereka semakin menusuk dada-dada mereka bahwa akan mengabulkan doa-doa mereka. Umat Islam mulai dipandang di daratan jazirah, mereka berhasil mengalahkan Mekkah yang memiliki wibawa dan kedudukan di kalangan masyarakat padang pasir itu.


Penghianat Bani Qainuqa'

Ketika Rosululloh dan para sahabatnya tiba di kota Madinah -setelah perang badar selesai- orang-orang Yahudi berkumpul di Pasar Bani Qainuqa'







Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Kisah Nabi Muhammad SAW

Jumat, 04 Agustus 2017

Istri Istri Rosululloh 1


ISTRI ISTRI ROSULULLOH SAW


Istri-istri Rosululloh SAW adalah wanita-wanita mulia di dunia dan di akhirat. Mereka akan tetap mendampingi Rosululloh SAW hingga surga kelak. Meraka juga merupakan ibu dari orang-orang yang beriman, karena itu sebutan ummul mukminin senantiasa disematkan di nama-nama mereka. Alloh SWT berfirman :

"Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka..." (QS. Al-Ahzab : 6)

Jika istri-istri Nabi Muhammad SAW ibu orang-orang yang beriman, alangkah ironisnya ketika orang-orang mukmin tidak mengenal ibu mereka sendiri. Berikut ini adalah profil singkat 11 istri Nabi Muhammad SAW.


Pertama : Khadijah binti Khuwalid

Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwalid RA adalah wanita Quraisy yang terkenal dengan kemuliaannya, baik dari sisi nasab maupun akhlaqnya. Nasabnya bertemu dengan Nabi Muhammad SAW pada kakek kelima, karena itu beliau adalah istri Nabi yang memiliki kekerabatan paling dekat dengan Rosululloh SAW.

Khadijah dilahirkan pada tahun 68 sebelum hijriah, ibunda beliau sempat mengalami fase jahiliyah namun hal itu tidak mempengaruhi sikap dan kepribadiannya yang mulia. Khadijah adalah wanita pertama bahkan orang pertama yang beriman kepada kerosulan sang suami Rosululloh SAW. Tidak ada sedikit pun kalimat-kalimat penolakan, mendustakan risalah atau yang membuat Nabi sedih. Di saat-saat berat awal menerima wahyu, Khadijah selalu menyemangati dan menguatkan sang suami. Saat berusia 40 tahun, Khadijah dinikahi Nabi Muhammad SAW. Pernikahan itu terjadi pada tahun 25 sebelum hijriyah dan saat itu sang suami pun genap berusia 25 tahun. Rumah tangga yang suci ini berlangsung selama 25 tahun. Dan dianugerahi 6 orang anak, 2 laki-laki dan 4 perempuan. Mereka adalah Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Qultsum dan Fatimah.

Ummul mukminin Khadijah RA wafat pada usia 65 tahun, 3 tahun sebelum hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah.


Kedua : Saudah binti Zam'ah

Ummul mukminin Saudah adalah seorang wanita Quraisy dari bani 'Amir. Sebagian sejarawan menyatakan tidak ada catatan yang bisa dijadikan rujukan kuat mengenal tahun kelahiran beliau. Saudah binti Zam'ah RA adalah janda dari sahabat as-Sakran bin Amr RA. Bersama as-Sakran ia memiliki 5 orang anak.

Karena itu tidak diketahui pula usianya saat menikah dengan Nabi dan berapa tahun usianya saat wafat. Namun ada yang mengatakan bahwa usianya saat menikah dengan Nabi SAW adalah 55 tahun. Beliau dinikahi Nabi SAW saat 3 tahun sebelum hijriah. Pernikahan Nabi SAW dengan Saudah binti Zam'ah adalah bantahan yang telak bagi orang-orang yang menuduh Nabi Muhammad SAW dengan tuduhan keji terkait hubungan beliau dengan wanita. Saat Nabi Muhammad SAW dirundung duka karena wafatnya Khadijah. Khoulah binti Hakim datang menyarankan agar beliau menikah. Khoulah mengajukan dua nama wanita yang akan dinikahi Nabi Muhammad SAW yaitu Saudah atau Aisyah.Lalu Rosululloh SAW memilih Saudah binti Zam'ah. Nabi memilih yang lebih tua usianya dibanding Aisyah yang masih muda. Setelah pernikahan berjalan 3 tahun dengan ummul mukminin Saudah, lalu Nabi Muhammad SAW menikahi Aisyah. Nabi Muhammad SAW meluruskan untuk orang-orang yang dengki terhadap Islam, yang menuduh bahwa Nabi lebih mengutamakan wanita-wanita muda dan gadis untuk dijadikan pendamping hidup beliau setelah wafatnya ummul mukminin Khadijah. Dan ummul mukminin Saudah binti Zam'ah wafat diakhir pemerintahan Umar bin al-Khattab tahun 54  Hijriah.


Ketiga : Aisyah binti Abu Bakar

Ummul mukminin Aisyah binti Abu Bakar RA adalah wanita yang memiliki banyak keistimewaan yang tidak dimiliki oleh ummahatul mukminin yang lain. Diantaranya adalah Aisyah satu-satunya istri Nabi Muhammad SAW yang Alloh SWT turunkan wahyu dari atas langit ketujuh untuk membelah kehormatannya. Bukan satu atau dua ayat tapi Alloh SWT firmankan 10 ayat (QS. An-Nur : 11-20) yang membela kehormatan Aisyah RA dan terus menerus dibaca hingga hari kiamat. Menodai kehormatan Aisyah sama saja mengingkari Al Quran.

Aisyah binti Abu Bakar RA dilahirkan pada tahun ke-7 sebelum hijriah. Beliau adalah seorang wanita Quraisy putri dari laki-laki yang paling mulia setelah para nabi dan rosul, yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq RA dan ibunya adalah ummu Ruman RA. Sebelum menikah Aisyah, Rosululloh SAW melihatnya 3 malam berturut-turut dalam mimpinya dan mimpi Nabi adalah wahyu. Beliau menuturkan mimpinya :

"Aku melihatmu (Aisyah) dalam mimpiku selama tiga malam. Malaikat datang membawamu dengan mengenakan pakaian sutra putih. Malaikat itu berkata, "Ini adalah istrimu". Lalu kusingkapkan penutup wajahmu, ternyata itu adalah dirimu. Aku bergumam, "Seandainya mimpi ini datangnya dari Alloh SWT, pasti Dia akan menjadikannya nyata". (HR. Bukhari dan Muslim).

Jadi, Nabi menikahi Aisyah adalah perintah Alloh SWT.  Aisyah dinikahi Rosululloh SAW saat usia 9 tahun (terhitung sejak Rosululloh SAW bercampur dengan Aisyah) dan rumah tangga yang suci ini berlangsung selama 9 tahun pula. Aisyah menuturkan :

"Rosululloh SAW menikahiku saat aku berusia 6 tahun dan berumah tangga bersamaku (menggauliku) saat aku berusia 9 tahun." (Muttafaq' alaihi).

Usia Aisyah yang sangat dini menjadi polemik di masa kini. Karena orang-orang sekarang menimbang masa lalu dengan kaca mata masa kini. Padahal tidak ada satu pun orang-orang kafir Quraisy, Abu Jahal, dkk, mencela pernikahan Rosululloh SAW dengan Aisyah. Kita ketahui orang-orang kafir Quraisy mengerahkan segala cara untuk menjatuhkan kedudukan Rosululloh SAW hingga memfitnah di luar nalar pun akan mereka lakukan demi rusaknya citra Rosululloh SAW ditengah manusia. Artinya nalar Abu Jahal, dkk, tidak terpikir untuk mencela Rosululloh SAW yang menikahi Aisyah yang masih sangat muda.

Hikmah dari pernikahan Aisyah dengan Nabi Muhammad SAW salah satunya adalah menghapus anggapan orang-orang terdahulu yang menjadi norma yang berlaku diantara mereka yaitu ketika seseorang sudah bersahabat dekat, maka status mereka layaknya saudara kandung dan berlaku hukum-hukum saudara kandung. Ketika Rosululloh SAW hendak menikahi Aisyah putri Abu Bakar ash-Shiddiq, Abu Bakar sempat mempertanyakannya, karena ia merasa apakah yang demikian itu dihalalkan.

Dari Aurah, "Rosululloh SAW datang kepada Abu Bakar untuk melamar Aisyah. Lalu Abu Bakar berkata, "Sesungguhnya aku ini saudarmu." Nabi menjawab, "Iya, engkau saudaraku dalam agama Alloh Alloh dan Kiab-Nya dan ia (anak perempuanmu) itu halal bagiku." (HR. Bukhari).

Rosululloh SAW hendak memutus kesalahpahaman ini dan mengajarkan hukum yang benar yang berlaku hingga kiamat kelak.

Saat Aisyah RA berusia 18 tahun, dipangkuannya, sang suami tercinta wafat meninggalkannya untuk selamanya. Dan saat usia 65 tahun, Aisyah RA baru menyusul Rosululloh SAW. Dengan demikian selama 47 tahun ummul mukminin Aisyah binti Abu Bakar  hidup sendiri tanpa suami. 
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Kisah Nabi Muhammad SAW

Kamis, 03 Agustus 2017

Istri Istri Rosululloh 2


Ketujuh : Zainab binti Jahsy

Ummul Mukminin Zainab binti Jahsy dilahirkan pada tahun 32 sebelum hijrah. Ibunya adalah Umaimah binti Abdul Muthalib., bibi Rosululloh SAW, Ummul Mukminin Zainab binti Jahsy adalah wanita terhormat saudari dari Abdullah bin Jahsy, sang pahlawan perang uhud yang dimakamkan satu liang dengan paman Rosululloh SAW, Hamzah bin Abdul Muthalib RA.

Sebelum menjadi istri Rosululloh SAW, Zainab binti Jashy adalah anak istri dari anak angkat Nabi yakni Zaid bin Haritsah RA. Pernikahan keduanya tidak berjalan langgeng, karena perbedaan kafa-ah. Akhirnya perceraian pun terjadi. Lalu Zainab dinikahi Rosululloh SAW. Ketika itu, Zainab binti Jashy berusia 37 tahun. Berjalanlah biduk rumah tangga Rosululloh SAW dengan Zainab berjalan 6 tahun, hingga Rosululloh SAW wafat. Di antara keistimewaan Zainab binti Jashy RA adalah Alloh SWT yang menjadi walinya saat menikah dengan Rosululloh SAW.

Hikmah dari pernikahan Zainab dengan Rosululloh SAW adalah meluruskan budaya yang keliru pada masyarakat kala itu. Orang-orang saat itu beranggapan bahwa anak angkat sama statusnya dengan anak kandung. Anggapan ini tentu saja akan berdampak pada hukum-hukum syariat yang lainnya; warisan, mahram, pernikahan, dan lain-lain. Tradisi dan anggapan ini kian mengakar di masyarakat Islam pada saat itu sehingga perlu diluruskan. Dan Ummul mukminin Zainab binti Jahsy RA wafat pada masa pemerintahan Umar bin al-Khattab tahun 21 Hijriah dengan usia 53 tahun.


Kedelapan : Juwairiyah binti al-Harits bin Abi Dhirar

Ummul mukminin Juwairiyah binti al-Harits al-Khuza'iyah  al-Qurasyiyah dilahirkan tahun 14 sebelum hijriah. Dia adalah wanita yang sangat cantik dan memiliki kedudukan mulia di tengah kaumnya. Ayahnya al-Harist bin Abi Dhirar adalah kepala kabilah bani Musthaliq.

Suatu hari ayahnya Juwairiyah mengumpulkan pasukan untuk menyerang Rosululloh SAW. Mendengar kabar tersebut, Rosululloh segera bertindak cepat dan bertemulah kedua pasukan di sebuah oase yang dikenal dengan Muraisi'. Peperangan itu dimenangkan oleh Rosululloh SAW dan para sahabatnya al-Harits bin Abi Dhirar tewas dalam peperangan sedangkan Juwairiyah menjadi tawanan.

Juwairiyah dijatuhkan sebagai bagian dari Tsabit bin Qais bin Syammas yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengannya. Namun Juwairiyah tidak menerima hal ini. Dia datang kepada Nabi Muhammad SAW agar bersedia menebus dirinya. Lalu Nabi SAW menawarkan tawaran yang lebih terhormat daripada hal seperti itu, yaitu menawarkan diri untuk menikahi Juwairiyah. Dengan gembira Juwairiyah menerima tawaran tersebut.

Hikmah dari pernikahan Juwairiyah dengan Rosululloh SAW adalah untuk menaklukkan hati bani Musthliq agar menerima dakwah Islam. Lantaran pernikahan ini, para sahabat nabi saw membebaskan tawanan-tawanan bani Musthliq yang jumlahnya sekitar 100 keluarga. Para sahabat tidak rela kerabat Rosululloh SAW menjadi tawanan. Aisyah RA pun memuji Juwairiyah sebagai wanita yang penuh keberkahan untuk kaumnya.

Pernikahan ummul mukminin Juwairiyah binti al-Harits berlangsung pada tahun ke-5 Hijriyah dan pada usia 19 tahun atau 20 tahunan. Rumah tangganya berlangsung selama 6 tahun dan Juwairiyah wafat pada usia 70 tahun di tahun 56 Hijriah.


Kesembilan : Shafiyah binti Huyai bin Akhtab

Ummul mukminin Shafiyah binti Huyai bin Akhtab, sebelum masuk islam beliau adalah seorang wanita yahudi dari bani nadhir. Ayah beliau adalah seorang tokoh terkemuka di kalangan yahudi dan termasuk ulama yahudi di masa itu. Nasab ummul mukminin Shafiyah RA bersambung samapai Nabi Harun bin Imran AS. Jadi beliau adalah wanita dari kalangan bani israil. Shafiyah lahir pada tahun 9 sebelum hijriyah.

Setelah bani Nadhir diusir dari Madinah, mereka hijrah menuju perkampungan yahudi di khaibar. Dalam perang Khaibar, Allah SWT memenangkan kaum muslimin. Banyak harta rampasan peran dan tawanan yang dikuasai oleh kaum muslimin. Diantaranya adalah Shafiyah binti Huyai. Awalnya Shafiyah termasuk pendapatan perang dari sahabat yang mulia, yang Malaikat Jibril sering datang dalam bentuk fisiknya yaitu Dihyah bin Kalifah RA. Karena kedudukan Shafiyah, ada seorang sahabat yang datang mengajukan agar Rosululloh SAW menerima Shafiyah. Kemuliaan Shafiyah sebagai wanita pemuka bani Quraizahah dan bani Nadhir hanya layak disandingkan dengan Rosululloh SAW.

Setelah itu menerima Islam, Rosululloh SAW menikahi Shafiyah. Pernikahan pun dilangsungkan, yaitu pada tahun 8 Hijriyah. Rumah tangga mulia ini berlangsung 4 tahun hingga wafatnya Rosululloh SAW.

Hikmah pernikahan Shafiyah dengan Nabi Muhammad SAW adalah Islam menjaga kedudukan seseorang, tidak merendahkannya akan tetapi menjadikannya kian mulia. Siapa mulia sebelum Islam, maka dia juga dimuliakan setelah berislam.

Ummul mukminin Shafiyah binti Huyai wafat pada tahun 50 Hijriyah di usia 59 tahun di zaman pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan RA.


Kesepuluh : Ummu Habibah

Nama Ummu Habibah adalah Romlah binti Abu Sufyan. Beliau dilahirkan pada tahun 25 sebelum hijriyah. Ummu Habibah merupakan putri dari salah satu seorang tokoh Quraisy yaitu Abu Sufyan bin Harb RA. Ummu Habibah RA masuk Islam lebih dahulu dibandingkan dengan ayahnya dan saudara laki-lakinya, Muawiyah bin Abu Sufyan. Bersama suaminya Ubaidillah bin Jahsy, ia hijrah ke negeri Habasyah. Namun sayang, ketika di Habasyah suaminya murtad berpindah agama menjadi seorang Nasrani. Ummu Habibah dihadapkan pada kenyataan pahit, apakah harus turut bersama suaminya menjadi Nasrani, bertahan di Habasyah hidup dalam pengasingan atau kembali ke Mekkah dalam kekangan sang ayah yang tatkala itu masih kafir.

Akhirnya kabar gembira tak terduga datang menghampiri Ummu Habibah. Melalui an-Najasyi, Rosululloh SAW melamarnya. Pernikahannya pun di gelar, namun ada sesuatu yang berbeda dengan pernikahan tersebut, saat resepsi mempelai laki-lakinya diwakilkan oleh an-Najasyi, karena Rosululloh SAW sedang berada di Madinah. Usia rumah tangga mulia ini berlangsung selama 4 tahun sampai berakhirnya wafatnya Rosululloh SAW. Dan Ummu Habibah wafat tahun 69 Hijriyah dengan usia 44 tahun.


Kesebelas : Maimunah binti al-Harits bin Hazn

Ummul mukminin Maimunah binti al-Harits dilahirkan pada tahun 29 sebelum hijriah. Ia adalah saudari dari Ummu al-Fadhl, istri paman Nabi, al-Abbas bin Abdul Muthalib. Ia juga merupakan bibi dari Abdullah bin Abbas dan Khalid bin al-Walid RA. Maimunah adalah wanita terakhir yang dinikahi oleh Rosululloh SAW. Saat menikah dengan Nabi SAW, ia telah berusia 36 tahun. Nabi menikahinya pada tahun 7 Hijriah, satu tahun setelah perjanjian Hudaibiyah.

Hikmah dari pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Maimunah binti al-Harits adalah menundukkan hati bani Hilal untuk menerima Islam, kemudian meneguhkan keislaman mereka.

Pada saat mengadakan Safar antara Mekkah dan Madinah tahun 51 Hijriah, ummul mukminin Maimunah binti al-Harits wafat. Usia beliau saat wafat adalah 81 tahun.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Kisah Nabi Muhammad SAW

Senin, 31 Juli 2017

Haji Wada' : Perpisahan Rosululloh dengan Umatnya


HAJI WADA'

Haji wada adalah perpisahan Rosulululloh dengan umatnya. Segala sesuatu akan ada akhirnya. Setiap kisah, ada penutupnya. Manusia datang, kemudian mereka pergi. Awalnya mereka mengucapkan salam pertemuan, lalu kemudian mereka berlalu dengan perpisahan. Hal demikian terjadi pada setiap orang, tidak terkecuali nabi kita Muhammad SAW. Beliau datang dengan risalah dari sisi Rabnya, setelah sempurna apa yang diperintahkan kepada beliau. Saat itulah beliau kembali menuju Alloh SWT.

Dalam perjalanan hidup nabi Muhammad SAW, salah satu momen besar yang menjadi perpisahan beliau dengan umatnya adalah peristiwa haji wada;, haji perpisahan. Saat itu Alloh SWT telah memperlihatkan sebagian buah dari dakwah beliau Muhammad SAW. Sebelum beliau berpulang ke Rafiqul A'la beliau diperlihatkan hampir semua wilayah di Jazirah Arab telah menerima cahaya Islam. Orang-orang berbondong-bondong memeluk agama Alloh SWT. Agama Islam telah kokoh. Bendera-bendera tauhid telah berkibar di berbagai tempat. Dan Mekkah telah kembali kepada hakikatnya dimana Alloh SWT ditauhidkan dan tidak disekutukan dengan sesuatu apapun.


Tanda Wafat Nabi Muhammad Sebagai Peringan Musibah

Pada akhir tahun 10 H, tampaklah beberapa tanda yang mengindikasikan bahwa ajal Rosululloh SAW telah dekat. Hal ini merupakan salah satubentuk rahmat dan kasih sayang Alloh SWT kepada kaum muslimin. Dengan tanda-tanda tersebut mereka bisa mempersiapkan jiwa mereka untuk menerima selalu musibah berat yang akan menimpa mereka. Karena tidak ada musibah yang lebih berat bagi para sahabat melebihi musibah ditinggal oleh Rosululloh SAW.

Diantara tanda-tanda tersebut adalah :
1. Ditaklukkannya Kota Mekkah
2. Masuk Islamnya tokoh-tokoh Bani Tsaqif
3. Kedatangan delegasi dan utusan negara-negara non muslim menuju Madinah untuk memeluk Islam, dan lain-lain. Ini beberapa tanda yang menunjukkan sudah dekatnya ajal Rosululloh SAW.

Imam an-Nasa-i meriwayatkan dalam kitab Tafsir, bahwa Ibnu Abbas mengatakan tentang surat an-Nashr ini : "Ketika diturunkan, ia (surat an-Nashr) mengabarkan wafatnya Rosululloh SAW. Maka beliau lebih meningkatkan ketekunan dalam urusan akhirat". (Tafsir an-Nasa-i).

Sebelumnya pada bulan Ramadhan, Rosululloh SAW beri'tikaf selama 20 hari, padahal di tahun-tahun sebelumnya beliau hanya melakukannya 10 hari saja. Saat i'tikaf adalah saat dimana seseorang menyibukkan diri beribadah kepada Alloh SWT dan mengurangi interaksi dengan orang disekitarnya. Ini merupakan pembelajaran dan persiapan bagi para sahabat. Beliau mengurangi dan sedikit berinteraksi dengan mereka sebelum nanti beliau akan meninggalkan mereka selamanya. Demikian juga di bulan Ramadhan di tahun tersebut, malaikat Jibril yang biasanya menyimak bacaan Al Quran Nabi SAW satu kali khatam. Namun pada tahun itu malaikat Jibril menyimak dengan dua kali khatam.

Sesungguhnya malaikat Jibril AS menyimak Al Quran yang dibacakan Nabi SAW sekali pada setiap tahunnya dan pada tahun wafatnya Nabi, malaikat Jibril AS menyimaknya dua kali. (Muttafaq 'alaihi). Nabi Muhammad SAW juga berpesan kepada Muadz bin Jabal yang beliau utus ke Yaman, beliau bersabda :

"Wahai Muadz sesungguhnya engkau mungkin tidak bertemu aku lagi setelah tahun ini, dan mungkin saja engkau akan melewati masjidku ini dan kuburanku ini." Maka Muadz pun menangis takut berpisah dengan Rosululloh SAW. (HR. Ahmad).

Pada bulan Dzul Qa'dah tahun 10 Hijriah, mulailah Nabi Muhammad SAW mempersiapkan diri untuk menunaikan haji yang pertama sekaligus yang terakhir dalam kehidupan beliau. Yang kemudian dicatat sejarah dengan istilah Haji Wada'. Rosululloh SAW menyeru kaum muslimin dari berbagai kabilah untuk menunanikan ibadah haji bersamanya. Diriwayatkan, jamaah haji pada tahun itu berjumlah dari 100.000 orang bahkan lebih.

Haji Wada'

Rosululloh SAW berangkat dari Madinah menuju Mekkah saat bulan Dzul Qa'dah tersisa empat hari lagi. Beliau berangkat setelah menunaikan sholat dzuhur dan sampai di Dzil Hulaifah sebelum Ashar.Di tempat itu, beliau menunaikan sholat Ashar dengan Qashar, kemudian mengenakan pakaian ihram.

Setelah menempuh delapan hari perjalanan, sampailah Rosululloh SAW di tanah kelahirannya, tanah suci Mekkah al-Mukaramah. Beliau berthawaf di Ka'bah, setelah itu Sa'i antara Safa dan Marwah. Pada tanggal 8 Dzul Hijjah 10 H, Nabi Muhammad SAW berangkat menuju Mina. Beliau sholat Dzuhur, Ashar, Maghrib dan Isya disana. Kemudian bermalam di Mina dan menunaikan sholat subuh juga di tempat tersebut.

Setelah matahari terbit, beliau berangkat menuju Arafah. setelah matahari mulai bergeser, condong ke arah barat, beliau mulai memberikan khutbah. Dan tempat dimana beliau berkhutbah, dibangun sebuah masjid pada pertengahan abad ke-2 Hijriah oleh penguasa Abbasiyah dan diberi nama Masjid Namirah. Di akhir khutbahnya, nabi muhammad saw bersabda :

"Kalian akan ditanya tentangku, apakah yang akan kalian katakan? Jawab para sahabat: kami bersaksi bahwa sesungguhnya engkau telah menyampaikan (risalah), telah menunaikan (amanah) dan telah menasehati. Maka ia berkata dengan mengangkat jari telunjuk ke arah langit, lalu ia balikkan ke manusia: Ya Alloh saksikanlah, Ya Alloh saksikanlah, sebanyak 3 kali". (HR. Muslim).

Setelah beliau selesai berkhutbah, Alloh Ta'alah menurunkan ayat :

"...Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhoi Islam itu jadi agama bagimu..." (QS. Al Maidah : 3).

Pada saat turun ayat tersebut, Umar bin Khattab pun menangis. Lalu ditanyakan kepadanya, "Apa yang menyebabkan kamu menangis?" Umar menjawab, "Sesungguhnya tidak ada setelah kesempurnaan kecuali kekurangan."

Dari ayat tersebut, Umar merasakan bahwa ajal Nabi Muhammad SAW telah dekat. Apabila syariat telah sempurna, berita wahyu pun akan terputus. Jika wahyu telah terputus, maka tiba saatnya Nabi Muhammad SAW kembali ke haribaan Robbnya, yaitu Alloh Ta'ala. Dan itulah kekurangan yang dimaksud Umar, yakni kehilangan Nabi Muhammad SAW. Dari sini juga kita mengetahui keagungan Kota Mekkah, disanalah syariat yang suci ini dimulai dan disana pula syariat disempurnakan.

Dalam kesempatan lainnya, di Mina Nabi Muhammad SAW kembali berkhutbah :

"Sesungguhnya setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Alloh menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Diantaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo/dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya'ban." (HR. Bukhari).

Kemudian beliau bersabda, "Bulan apa ini?" Kami (para sahabat) menjawab, "Alloh SWT dan Rosul-Nya yang lebih mengetahui." Beliau diam sampai-sampai kami mengira beliau akan mengganti nama bulan ini. Lalu beliau kembali bersabda, "Bukankah ini bulan Dzulhijjah?" para sahabat menjawab, "Benar." Beliau melanjutkan, "Negeri apa ini?" Kami menjawab, "Alloh SWT dan Rosul-Nya yang lebih mengetahui." Beliau kembali diam sampai-sampai kami mengira beliau akan mengganti nama tempat ini. Lalu beliau bersabda, "Bukankah ini negeri al-haram?" kami menjawab, "Iya, ini tanah haram".

Haji Wada'

Haji Wada' berarti haji terakhir, merupakan haji pertama dan terakhir kalinya untuk Muhammad. Peristiwa ini diikuti oleh lebih dari 100.000 muslim saat itu, dimana Muhammad bergerak dari Madinah melewati jalan yang disebut Jalur Para Nabi menuju ke Mekkah untuk menjalankan ritual haji.

16 Maret — Ghadir Khum

Khum adalah suatu lembah sungai kering di antara Mekkah dan Madinah, riwayat menyebutkan bahwa pada tanggal 18 Djulhijjah atau 16 Maret, setelah Haji Wada', Nabi mengumpulkan seluruh umat muslim di tempat ini untuk menerima wahyu dari Allah yang terakhir, sekaligus menurut kalangan Syi'ah, pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin pengganti Nabi.

Kamis, 4 Juni — Wasiat Muhammad

Kesehatan Muhammad menurun drastis, puncaknya pada hari Kamis. Muhammad memanggil para sahabatnya dan mengumumkan bahwa ia ingin menulis wasiat, ia meminta alat-alat tulis untuk menulis pernyataan yang akan "menghindarkan Bangsa Muslim dari kesesatan sampai akhir zaman". Orang pertama yang menjawab adalah Umar, berkata bahwa tidak diperlukan lagi wasiat, dan menyatakan bahwa Muhammad sakit dan ummat telah memiliki al-Qur'an yang cukup untuk mereka.

Sabtu, 6 Juni — Ekspedisi Usamah bin Zaid

Sebelumnya Muhammad mengirim ekspedisi melawan Kekaisaran Byzantium (Roma) yang menghasilkan apa yang kita ketahui dalam Perang Mu'tah. Pemimpin ekspedisi tersebut adalah Zaid bin Haritsah, sebelumnya anak angkat Nabi. Zaid syahid dalam ekspedisi tersebut.
Hari Sabtu sebelum meningalnya, Muhammad memerintahkan kepada Umar, Abu Bakar, Utsman dan lainnya ikut dalam pasukan yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid, anak dari Zaid bin Haritsah, untuk menghadapi pasukan Byzantium di Syria.
Ali dan mereka yang berasal dari Bani Hasyim diperintahkan untuk tetap di Madinah. Umar memprotes keputusan ini, menyebabkan Muhammad melarang mereka untuk meninggalkan pasukan Usamah. Mereka pergi, tetapi berdiam di luar Madinah dan kembali esok harinya.

Senin, 8 Juni — meninggal

Muhammad meninggal pada hari Senin, tanggal 8 Juni 632

Sejarah

Waktu pelaksanaan

Perselisihan pendapat

Ada sementara kalangan yang menyebut bahwa Allah mewajibkan haji pada tahun ke-10, ke-9, ke-6 Hijriyah dan ada juga yang menyatakan bahwa haji telah diwajibkan sebelum Rasulullah berhijrah. Pernyataan-pernyataan ini jelas janggal dan aneh.[1] Ibnu Qayyim[2] menyatakan, berdasarkan bukti-bukti yang kuat dan dapat dipercaya, haji diwajibkan pada tahun ke-10 Hijriyah. Inilah yang sesuai dengan ajaran Rasulullah agar manusia tidak menunda-nunda suatu kewajiban. Terkait dengan kewajiban haji ini, Allah berfirman, "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, (yaitu) bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah."[3] Padahal ayat ini turun pada Tahun Perutusan atau akhir tahun ke-9 Hijriyah.

Haji pertama dan terakhir

Di dalam catatan sejarah disebutkan bahwa Rasulullah sendiri tidak pernah melakukan haji dari Madinah, kecuali yang beliau lakukan pada tahun ke-10 Hijriyah. Haji ini kemudian dikenal dengan nama haji balâgh (haji penyampaian dakwah Allah), haji Islam (haji penyerahan diri), dan haji Wada' (haji perpisahan). Pasalnya, haji ini adalah haji terakhir Rasulullah bersama kaum Muslimin. Sesudah itu, beliau tidak pernah berhaji lagi. Disebut sebagai haji balâgh karena pada saat itu Rasulullah menyampaikan ajaran Allah berupa diwajibkannya haji kepada seluruh umat manusia, baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan. Bahkan, tidak ada satu pun unsur dan nilai ajaran Islam, kecuali beliau telah menjelaskannya secara rinci. Ketika beliau tengah menerangkan masalah haji keapda seluruh Muslimin yang hadir di padang Arafah, Allah menurunkan ayat, "Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai islam itu jadi agama bagimu."[4][5]

Semangat haji

Ketika Rasulullah mengumumkan keinginan kuat beliau untuk melaksanakan haji, tepatnya pada tahun ke-10 Hijriyah, banyak sekali orang yang datang ke Madinah. Mereka semua ingin menyempurnakan keislaman mereka dengan melaksanakan rukun Islam yang kelima dan melakukan apapun yang dilakukan oleh Rasulullah.[6]
Rasulullah keluar dari Madinah pada tanggal 5 Dzulqa'dah. Baik di perjalanan pergi maupun pulang dari haji, terjadi berbagai peristiwa.[7] Perjalanan beliau ini telah memberi inspirasi kepada para ulama fikih sehingga tercipta bab-bab fikih ibadah di mana para ulama, baik ulama terdahulu maupun kontemporer, mengajinya secara khusus. Mereka membuat bab haji secara tersendiri di dalam kitab-kitab yang mereka tulis.[8]

Mereka (kaum Muslimin yang mengikuti haji pada tahun itu) berkata, "Kami bersaksi bahwa sesungguhnya Anda benar-benar telah menyampaikan ajaran-ajaran Tuhan Anda, melaksanakannya, dan menasihatkannya kepada umat Anda. Anda telah menjalankan segala sesuatu yang ada pada Anda."
Rasulullah berkata, "Ya Allah, saksikanlah."
Beliau mengucapkan kata-kata tersebut sebanyak tiga kali.[9]
Kemudian, di sela-sela khutbahnya Rasulullah berkata, "... celakalah kalian, perhatikanlah oleh kalian, janganlah kalian kembali kepada kekufuran sepeninggalku, di mana kalian menghancurkan dan memerangi satu sama lain."[10]
Beliau berkata pula, "Sesungguhnya setan sudah kehilangan harapan untuk dapat disembah di bumi kalian ini. Akan tetapi, ia punya kesempatan untuk dipertuan manusia dalam berbagai hal selain itu, dan semuanya bersumber dari perbuatan kalian. Oleh karena itu, berhati-hatilah, saudara-saudara.
Sesungguhnya aku telah meninggalkan sesuatu. Seandainya kalian berpegang teguh padanya, niscaya kalian tidak akan tersesat selamanya. Sesuatu itu adalah Kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya.
Sesungguhnya setiap Muslim adalah saudara bagi setiap Muslim lainnya. Seluruh Muslimin adalah bersaudara. Oleh sebab itu tidak diperbolehkan bagi siapapun untuk mengambil harta saudaranya, kecuali sesuatu yang diberikan atas kebaikan hatinya...[11]

Analisis[sunting | sunting sumber]

Hikmah dari haji Wada'[sunting | sunting sumber]

  1. Rasulullah ingin mengajarkan kepada umatnya tentang tata cara melaksanakan haji yang diajarkan oleh Islam setelah diharamkannya beberapa unsur Jahiliyah, seperti berdesak-desakan, bersiul-siul, dan bertelanjang saat melakukan thawaf setelah dibersihkannya semua berhala yang ada di Ka'bah.
  2. Ada beberapa hal yang dilakukan Rasulullah dalam haji Wada' ini.
    1. Rasulullah ingin bertemu dengan seluruh Muslimin yang datang kepada beliau dari berbagai penjuru.
    2. Menyampaikan kepada mereka berbagai ajaran dan prinsip Islam dengan kalimat yang singkat dan padat.
  3. Menganjurkan kepada kaum Muslimin untuk menyampaikan semua hal yang telah beliau sampaikan kepada siapa saja yang belum mendengarnya, di manapun mereka berada, hingga datangnya Hari Kiamat kelak.
  4. Tujuan Rasulullah melaksanakan ibadah haji adalah juga untuk memberikan contoh praktis kepada seluruh umat manusia tentang tata cara menjalankan rukun Islam yang kelima. Karena itu, khutbah beliau pada haji ini banyak menerangkan tentang hukum-hukum haji dan beberapa prinsip dan ajaran dasar Islam.

Hukum-hukum[sunting | sunting sumber]

Adapun hadis terpenting yang menjelaskan tentang hukum-hukum haji yang dilakukan oleh Rasulullah dan wasiat beliau saat itu adalah yang bersumber dari Jabir dandiriwayatkan oleh Muslim. Tentang hal ini, an-Nawawi mengatakan, "Hadis ini penting dan memuat berbagai ajaran dan prinsip dasar Islam yang sangat urgen. Hadis ini diriwayakan oleh Muslim sendirian, sebab al-Bukhari tidak meriwayatkannya di kitab Shaḥîḥ-nya. Selain Muslim, ada satu perawi lain yang juga meriwayatkan hadis tersebut, yakni Abu Daud. Akan tetapi, hadis yang diriwayatkannya sama persis seperti yang diriwayatkan oleh Muslim."
Qadhi Iyadh berkata, "Banyak orang yang mengatakan bahwa riwayat itu sarat dengan hukum-hukum fikih. Bahkan Abu Bakar ibn Mundzir menulis satu bab yang cukup panjang untuk menjelaskan 150 hukum yang bisa disarikan dari peristiwa haji Wada' ini..."
Al-Albani[12] telah meringkas hukm-hukum fikih dari haji Wada' Rasulullah menjadi 72 pokok permasalahan.
Salah satu kitab penting yang berhubungan dengan haji Wada' adalah Zâd al-Ma'âd,[13] di mana Syu'aib al-Arnauth dan Abdul Qadir al-Arnauth menyebutkan banyak hikmah dan pelajaran dari peristiwa ini.

Prinsip dasar[sunting | sunting sumber]

Beberapa prinsip ajaran Islam yang ditegaskan dan diwasiatkan Rasulullah kepada umatnya saat itu adalah sebagai berikut.
  1. Pengumuman tentang hak-hak asasi seorang Muslim, bahwa jiwa, darah, harta, dan kehormatan seorang Muslim adalah suci.[14]
  2. Pemberitahuan tentang diharamkannya kezaliman, riba, dan seluruh tradisi Jahiliyah yang membahayakan.[15]
  3. Pengumuman tentang hak-hak asasi kaum perempuan dan perintah untuk mengakui keberadaan perempuan secara baik-baik. Di samping itu juga ada penjelasan tentang hak-hak suami yang harus dipenuhi oleh istrinya.[16]
  4. Pemberitahuan tentang diharamkannya mewasiatkan harta pusaka kepada ahli waris. Disebutkan juga beberapa hukum harta pusaka sebagaimana yang termaktub di dalam Alquran.[17]
  5. Pemberitahuan tentang diharamkannya mengadopsi anak angkat dan memperlakukannya seperti anak sendiri atau menisbatkan nama anak tersebut kepada si pengasuh (tabanni). Hal ini juga merupakan isyarat diharamkannya penisbatan nama seorang anak kepada seseorang yang bukan ayah kandungnya sendiri.[18]
  6. Penentuan bahwa nasab seorang anak hasil zina mengikuti orang yang berada di atas kasur kelahirannya (suami sah ibunya). Adapun pezina atau orang yang menzinai ibu si anak harus dihukum rajam dan tidak berhak mengakuinya sebagai anak.[19]
  7. Pemberitahuan kepada seluruh umat Islam bahwa seorang Muslim adalah orang yang mampu menjaga lisan da tangannya dari perbuatan yang tidak menyenangkan Muslim lainnya. Seorang mukmin adalah orang yang dapat memegang amanat dalam menjaga harta dan jiwa Muslimin lainnya. Orang yang berhijrah adalah orang-orang yang berusaha menjauhkan dirinya dari berbagai kesalahan dan dosa. Sedangkan mujahid adalah orang yang membimbing jiwanya dengan berusaha sekuat tenaga untuk taat kepada Allah,[20] menjalankan amanat yang diberikan kepadanya, kemudian menyampaikan amanat itu kepada orang yang dituju.[21]
  8. Peringatan bagi seluruh umat Islam untuk tidak berbohong dan menuduh Rasulullah pernah berbuat dusta. Untuk itu, beliau bersabda, "Barangsiapa mendustakan aku, niscaya ia akan kekal di tempatnya di neraka."
  9. Wasiat bagi seluruh umat Islam agar berpegang teguh kepada Alquran dan sunnah. Rasulullah bersabda, "Dan aku telah meninggalkan sesuatu, yang jika kalian berpegang teguh padanya, niscaya kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya."[22]
  10. Pesan bahwa seluruh Muslim adalah bersaudara. Oleh karena itu, Rasulullah mengajarkan kepada setiap Muslim untuk tidak mengambil harta Muslim lainnya, kecuali dengan cara yang baik.[23]
  11. Perintah kepada umat Islam untuk selalu tunduk dan patuh kepada pemimpinnya, apapun ras, warna kulit, atau kedudukan sosialnya. Tentunya selama para pemimpin tersebut berjalan pada koridor yang telah ditetapkan oleh ajaran Allah (Alquran).[24]
  12. Anjuran agar kita senantiasa berlomba-lomba hanya dalam ketakwaan dan bukan dalam kemaksiatan.[25]
  13. Pesan agar kita berlemah-lembut kepada orang-orang yang lemah.[26]
  14. Pesan bahwa ada tiga hal yang dapat menjauhkan hati manusia dari sifat dendam dan dengki, yakni ikhlas dalam beramal (berbuat hanya karena Allah), mengikuti nasihat pemimpin, dan terus merapatkan diri dengan barisan kaum Muslimin.[27]



Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Kisah Nabi Muhammad SAW
.f-nav{ z-index: 9999; position: fixed; left: 0; top: 0; width: 100%; padding:0 20px;} /* ini yang membuat menu menjadi melayang (fixed) */ .nav { background: rgba(26, 37, 82, 0.24); margin:0 0 20px 0; } .nav li { list-style-type:none; float:left; display:inline-block; padding:10px; }